Jilbab Cadar
-Sampai sekarang kita tah bahwa perkembangan jaman semakin modern dan canggih sehingga fasion seperti baju,kerudung jilbab rok dll Kini tidak hanya menjadi penutup aurat bagi wanita muslimah melainkan
juga telah berkembang sebagai sebuah trend setter. Hal ini bisa dilihat
dari tingginya wanita muslim yang membeli jilbab cadar terbaru di toko online kami. Berangkat dari masalah ini kami tertarik untuk mengupas hukum memakai jilbab cadar dalam Islam.
Memang ada pendapat berbeda mengenai hukum menggunakan jilbab cadar, dan
masing-masing ulama memiliki dalil pendukung yang sama shahihnya.
Khusus di halaman ini akan kami suguhkan beberapa dalil yang digunakan
oleh ulama yang mewajibkan pemakaian jilbab cadar. Sedangkan untuk dalil yang tidak mewajibkan akan kami bahas pada kesemapatan lainnya, jadi bersabarlah.
Pertanyaan:
Apakah hukum cadar (menutup wajah) bagi wanita, wajib atau tidak?
Jawaban:
Banyak pertanyaan yang ditujukan kepada kami, baik secara langsung
maupun lewat surat, tentang masalah hukum cadar (menutup wajah) bagi
wanita. Karena banyak kaum muslimin belum memahami masalah ini, dan
banyak wanita muslimah yang mendapatkan problem karenanya, maka kami
akan menjawab masalah ini dengan sedikit panjang. Dalam masalah ini,
para ulama berbeda pendapat. Sebagian mengatakan wajib, yang lain
menyatakan tidak wajib, namun merupakan keutamaan. Maka di sini -insya Allah-
akan kami sampaikan hujjah masing-masing pendapat itu, sehingga
masing-masing pihak dapat mengetahui hujjah (argumen) pihak yang lain,
agar saling memahami pendapat yang lain.
Dalil yang Mewajibkan
Berikut ini akan kami paparkan secara ringkas dalil-dalil para ulama yang mewajibkan cadar bagi wanita.
Pertama, firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka.” (QS. An Nur: 31)
Allah ta’ala memerintahkan wanita mukmin untuk memelihara kemaluan
mereka, hal itu juga mencakup perintah melakukan sarana-sarana untuk
memelihara kemaluan. Karena menutup wajah termasuk sarana untuk
memelihara kemaluan, maka juga diperintahkan, karena sarana memiliki
hukum tujuan. (Lihat Risalah Al-Hijab, hal 7, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, penerbit Darul Qasim).
Kedua, firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka.” (QS. An Nur: 31)
Ibnu Mas’ud berkata tentang perhiasan yang (biasa) nampak dari wanita: “(yaitu) pakaian” (Riwayat Ibnu Jarir, dishahihkan oleh Syaikh Mushthafa Al Adawi, Jami’ Ahkamin Nisa’ IV/486). Dengan demikian yang boleh nampak dari wanita hanyalah pakaian, karena memang tidak mungkin disembunyikan.
Ketiga, firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada (dan leher) mereka.” (QS. An Nur: 31)
Berdasarkan ayat ini wanita wajib menutupi dada dan lehernya, maka
menutup wajah lebih wajib! Karena wajah adalah tempat kecantikan dan
godaan. Bagaimana mungkin agama yang bijaksana ini memerintahkan wanita
menutupi dada dan lehernya, tetapi membolehkan membuka wajah? (Lihat Risalah Al-Hijab, hal 7-8, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, penerbit Darul Qasim).
Keempat, firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَلاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَايُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ
“Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.” (QS. An Nur: 31)
Allah melarang wanita menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasannya
yang dia sembunyikan, seperti gelang kaki dan sebagainya. Hal ini karena
dikhawatirkan laki-laki akan tergoda gara-gara mendengar suara gelang
kakinya atau semacamnya. Maka godaan yang ditimbulkan karena memandang
wajah wanita cantik, apalagi yang dirias, lebih besar dari pada sekedar
mendengar suara gelang kaki wanita. Sehingga wajah wanita lebih pantas
untuk ditutup untuk menghindarkan kemaksiatan. (Lihat Risalah Al-Hijab, hal 9, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, penerbit Darul Qasim).
Kelima, firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَآءِ الاَّتِي لاَيَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ
عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَن يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ
بِزِينَةٍ وَأَن يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَّهُنَّ وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Dan perempuan-perempuan tua yang
telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin
(lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan
tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih
baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nur: 60)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar